T-aku-T | Pamungkas [dot] id
logo blog
Selamat Datang di Pamungkas [dot] id
Terima kasih atas kunjungan Anda di Pamungkas.id, silahkan tinggalkan komentar atau email ke jiwa.pamungkas@gmail.com untuk berdiskusi
Disclaimer: Blog ini merupakan blog personal, Penulis tidak bertanggung jawab terhadap segala bentuk kesalahan dan kerugian akibat penggunaan data dalam blog
baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama yang berkaitan dengan data teknis. Jadilah netizen yang bijak.

T-aku-T

 Ketika mencoba mengekspresikan pikiran melalui tulisan, maka biasanya tepat di kalimat kedua anda akan kehabisan kata- kata. Benar, butuh motivasi lain bagiku untuk melanjutkan menulis artikel yang masih sangat absurd ini. Padahal beberapa menit yang lalu berbagai macam perasaan yang tidak mampu aku tulis seperti membuncah di kepala dan ingin meledak. Marah tanpa sebab, kekhawatiran berlebihan, perasaan terancam dan perasaan takut. Lebih tepatnya takut tanpa tahu apa yang ditakuti.
Mungkin benar adanya kalau pikiran manusia sering dianalogikan sebagai lautan. Kadang ia bergejolak tak tentu arah tetapi kadang ia begitu tenang, diam dan damai. Gejolak- gejolak yang muncul menyebabkan munculnya perasan takut dalam diri. Teori- teori pengendalian rasa takut telah hampir khatam  aku pelajari. Mulai metode mengecilkan ketakutan ala Anthony Robbins dengan cara memberi bingkai dan warna yang lucu, sampai metode menumbuhkan bulu dada ala  Bang Haji Roma Irama. --Yang terakhir hanya bercanda-- Nyatanya semua tak mampu menghilangkan rasa takut itu.
Jauh sebelum masalah bulu dada di atas, sebenarnya masalah yang mendasar adalah apa sih yang aku takutkan? Aku tak tahu. Anda boleh menebak mungkin karena muka pas-pasan yang  -klo tidak boleh dibilang jelek- dariku yang menyebabkan aku takut. Takut tidak dapat jodoh? Anda salah. Aku termasuk orang yang percaya diri dengan apa yang aku miliki karena yakin akan ada orang yang benar- benar mencintaiku. Buktinya memang ada!
Mungkin yang lain juga menduga, karena masa depan? Tidak Juga. Walau memang rasa kekhawatiran tentang kepastian masa depan itu ada, tapi itu tak sampai membuat aku takut. Bukankah kalau tidak pasti justru semuanya mungkin. Lalu apa? takut mati? takut miskin? takut dibenci? takut kecoak? takut pocong?  takut apa? Aku juga bingung.
Demi mencari jawabannya, sengaja aku tulis kata "Takut" di sebuah kertas dengan sangat besar. Lalu kemudian aku tuliskan hal- hal yang berpotensial menyebabkan ketakutan itu dalam sebuah daftar panjang di bawahnya. Ternyata hasilnya banyak dan berderet- deret! Akan tetapi lagi- lagi aku harus kecewa bahwa ternyata semua itu tak benar- benar menakutiku. Anda tau kenapa? karena dengan mudah aku menulis antonim dari masing- masing  item yang tertulis. Semua yang telah ada penyelesaiannya (yaitu antonimnya) tidak akan lagi menakutkan. Aku kembali duduk termenung. Aku pelototin kata Takut itu tapi tak bergeming. Aku tantang berkelahi, tapi justru aku makin takut.
Aku terus menatapnya dan berusaha mencari lebih teliti, dan tiba-tiba aku terdiam karena menyadari sesuatu. Ketika diurai deretan huruf penyusunnya dan aku hilangkan "T" maka "Takut" itu akan berubah menjadi "aku". Duaar!! bagai disambar geledek kepala ini. --yg ini dramatisir--Selama ini aku ternyata terpenjara dalam "T" yang mengapit. bahwa ketakutan yang selama ini kukira datang dari luar ternyata tersembunyi dalam diriku sendiri. Takut ketika kekasih yang kucinta berpaling ke lain hati ternyata muncul karena aku merasa tak cukup upaya untuk memantaskan diri untuk agungnya cinta itu. Takut sulit punya pekerjaan ternyata karena aku merasa belum cukup usaha untuk menjadikanku pantas dibayar sesuai kemampuanku. Takut mengecewakan orang tua bisa jadi karena aku merasa sudah terlalu sering melakukan kesalahan di masa lalu, dan takut untuk semua ketakutan ternyata muncul dan bersembunyi dalam diriku sendiri. Akulah yang sebenarnya Harus Kutakuti!
Tersentak aku mengetahui kenyataan ini bahwa selama ini musuh terbesarku adalah diriku sendiri. Aku sendiri yang memutuskan untuk menjadi pribadi penunda, malas dan banyak mengeluh. Aku sendiri yang tanpa sadar lebih banyak menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang belum tentu ada manfaatnya. Aku sendiri adalah pemicu dari semua ketakutan yang muncul.
Mendadak perasaan kerdil dan tak berarti muncul menyergap dalam diri. Betapa kecil dan lemahnya diri ini ketika ketakutan menguasai. setidaknya itulah sisi positif dari semua ini. Bahwa aku hanyalah makhluk kecil yang tidak mampu melakukan usaha sekecil apa pun tanpa pertolongan dari Maha Yang Memiliki Kekuatan. Allah SWT. Tuhan Seluruh Semesta.Bergetar bibir ini ketika berucap dalam hati..
"La Ila ha Illallahuwahdahulasyarikalah, Lahul mulku walahulkhamdu wahuwa'ala kullisyai'in qadir".
--Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata. Tidak ada sekutu bagi- Nya. Bagi-Nya kerajaan dan segala puji. Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu --
Aku Masih Takut. Bahkan lebih takut dari sebelumnya. Akan tetapi kali ini aku punya sesuatu yang lain. Sebuah Harapan. Harapan yang kusimpan bersama- sama ketakutan.

Aku T AKU T tapi Aku KUATT

rasa takut
Enter your email address to get update from Coco.
Print PDF
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Comments
0 Comments

Buat ulasan ini jauh lebih menarik dengan mengirim komentar dan saran, bisa juga melalui e-mail: jiwa.pamungkas@gmail.com, atau twitter @cocoricodisko. Thanks

Copyright © 2014. Pamungkas [dot] id - All Rights Reserved | Privacy Policy | Template Created by Coco Proudly powered by Blogger
close